Membuat Film Pendek
Membuat film, terutama film pendek, saat
ini sangat mudah tepatnya dimudahkan. Salah satunya adalah karena
kecanggihan teknologi yang sudah mendukung para pembuat film, baik untuk
profesional maupun para pehobi. Beragam kamera video digital memudahkan
para pengguna. Ini bukan perihal teknologi saja, tapi ada tahapan
membuat film yang dipangkas oleh si filmmaker. Selain mudah, membuat
film pendek menjadi murah. Namun sesimpel apapun film yang akan kita
buat, ia mesti melewati rangkaian proses yang secara sederhana terdiri
atas: Ide, Desain Produksi, Pra Produksi, Produksi, Paska Produksi, dan
Publikasi.
Ide atau gagasan bukanlah segalanya.
Sebagian orang bahkan tak percaya pada orisinalitas ide. Yang paling
penting bagaimana ide itu bisa diterjemahkan ke dalam film nantinya. Ide
bisa darimana saja, pengalaman pribadi, teman, atau siapa saja.
Tuangkan ide cerita ke dalam bentuk tulisan. Tak mesti panjang, yang
paling penting bisa dipahami misalnya teman kita yang akan diajak
bergabung dalam pembuatan film pendek itu nantinya. Agar ide tidak
mentah, selanjutnya lakukan riset. Riset diperlukan walaupun kita akan
membuat film fiksi, bukan dokumenter. Riset dilakukan dengan mencari
data-data yang diperlukan sebaai penunjang informasi berkaitan dengan
ide dari film yang akan kita buat. Data-data bisa didapat melalui
internet atau dengan obeservasi langsung di lapangan.
Ketika ide sudah ada dan riset sudah
dialakukan, langkah selanjutnya adalah membuat sinopsis atau ringkasan
pendek cerita. Dengan sinopsis, anda sudah bisa mencari kawan untuk
mewujudkan pembuatan film. Jadi, selanjutnya sudah bisa menentukan kru!
Kru film pendek tak sebanyak kru film panjang. Jika di film panjang,
paling tidak akan melibatkan paling tidak 40 orang maka di film pendek
bahkan cukup dengan 7 orang saja. Pada film pendek, beberapa pekerjaan
bisa dilakukan oleh satu orang. Penulis naskah misalnya bisa merangkap
menjadi sutradara, yang paling penting masing-masing personal memahami
dan mau melakukan apa yang mesti dikerjakan sesuai job desc tersebut.
Kru film pendek bisa ditentukan atau dibuat. Ditentukan, maksudnya anda
memilih orang-orang yang memiliki kapasitas untuk membantu mewujudkan
proyek film pendek itu. Sedangkan membentuk, berarti benar-benar membuat
kru dari awal.
Pra Produksi
Ini merupakan tahapan paling esensial
dalam pembuatan film. Pada tahap ini blue print film dibuat. Naskah
ditulis dengan telebih dahulu membuat treatment. Dalam treatment,
penulis naskah sudah menjelaskan alur cerita dari scene satu sampai
scene akhir. Scene merupakan gabungan shot di waktu dan tempat yang
sama. Jika treatment sudah selesai, berikutnya penulis akan menuliskan
naskah lengkap. Naskah lengkap inilah yang didiskusikan antara penulis
naskah, sutradara dan produser. Seringkali, sutarada dan produser
memberikan masukan pada penulis naskah agar naskah bisa dieksekusi
dengan baik. Diskusi ini penting, oleh karenanya mungkin aka nada naskah
draft satu, draft dua, draft tiga, hingga naskah benar-benar
disepakati. Naskah telah dikunci atau script lock, demikian tugas
penulis naskah selesai dan selanjutnya naskah menjadi “hak” sutradara
untuk menjabarkan ke dalam bentuk audio visual yang dituangkan menjadi
director’s treatment. Sederhanaya, director’s treatment itu perlakuan
kreatif sutradara atas skenario. Dalam hal ini, sutradara akan
berdiskusi dengan cameraman untuk membuat shot list, hal ini untuk
memudahkan sutradara dan cameraman nantinya saat shooting.
Produser sudah bisa membuat time schedule, kapan casting mesti dilakukan
hingga kapan editing mesti selesai dikerjakan. Shooting schedule atau
jadwal shooting dibuat setelah sebelumnya dibuat breakdown script
didiskusikan degan sutradara. Dalam breakdown script, produser membuat
secara rinci kebutuhan shooting nantinya. Sejaklan dengan itu, budgeting
atau pendanaan film pendek juga sudah disusun.
Artistik
Elemen film yang anntinya akan berkaitan
dengan aspek yang terlihat di film itu sendiri, diskusikan ini dengan
piñata artistic dan sutradara. Lokasi seperti apa yang diinginkan,
property serta wardrobe apa yang dibutuhkan. Dengan demikian bagian
artistic juga mesti membuat breakdown untuk kepentingan artistic film
pendek tersebut. Bagian artistik mesti melakukan survey lokasi, ia bisa
saja menggunakan property yang sudah ada di misalnya lokasi shooting
rumah. Namun jika tidak ada, bagian artistik wajib untuk menagadakan
property yang dibutuhkan. Properti tidak mesti beli, ada beberapa yang
bisa kita sewa juga. Dengan demikian, budget produksi bisa
diminimalisir.
Equipment
Perlatan shooting saat ini sudah canggih.
Beraneka ragam alat perekam digital sudah banyak. Jadi, banyak pilihan
untuk para filmmaker pendek untuk menentukan peralatan apa yang
diperlukan. Tak hanya video camera bahkan saat ini akmera DSLR yang
sebetulnya diperuntukan sebagai alat meotret gambar still bisa digunakan
untuk pengambilan gambar bergerak atau shooting. Beberapa DSLR bahkan
bisa menghasilkan gambar video yang jauh lebih bagus daripada kamera
video. Kelebihan lain dari DSLR yakni bisa gonta-ganti lensa sesuai
kebutuhan. Jadi, cameraman juga bisa mengajukan lensa apa saja yang
diperlukan kepada produser. Namun demikian, jika ternyata kita “hanya”
memiliki handycam atau kamera compact lainnya, itupun sebetulnya sudah
bisa digunakan.
Shooting itu melukis dengan cahaya. Tanpa cahaya tidak bisa melakukan
pengambilan gambar. Untuk shooting di luar atau outdoor masih bisa
menggunakan cahaya matahari, namun untuk shooting indoor memerlukan
pencahyaan yang sengaja dibuat. Banyak jenis lighting, yang terpenting
bagaimana konsep pencahayaan film tersebutn lantas piñata cahaya membuat
list lighting apa yang diperlukan. Beberapa fil pendek bahkan tak
menggunakan cahaya tambahan, mereka mengandalkan cahaya matahari untuk
oudoor dan pencahyaan lampu rumah untuk shooting di dalam ruangan.
Selain pencahayaan, aspek yang mesti diperhatikan adalah audio. Gambar
yang baik tapi audionya buruk maka film menjadi tak sempurna atau bahkan
akan menjadi jelek. Audio harus bagus, ini tugasnya soundman atau
penata suara. Boom mic biasanya merupakan mikropon yang “wajib”
digunakan ketika membuat film. Jika itu tak ada, maka mesti nyari jalan
lain misalnya mengunakan mic di yang sudah ada di kamera lalu disambung
dengan kabel ektensi. Jika shooting film pendek menggunakan DSR, maka
mau tak mau mesti menggunakan microphone tambahan karena mic yang ada di
kamera DSLR tidak cukup baik untuk kepentingan perekaman suara.
Casting Pemain
Ketika naskah selesai proses pemilihan
pemain atau casting sudah bisa dilakukan, bahkan ketika naskah masih
erupa draft sebetulnya proses ini bisa dkerjakan pararel dengan tahan
pra produksi lainnya. Ada banyak cara casting, yang paling umum carilah
pemain film berdasarkan kemampuan aktingnya. Misalnya, calon pemain film
pendek diberi naskah lalu dimintain untuk acting sesuai naskah
tersebut. Casting juga bisa dengan menunjuk langsung calon pemain ketika
kita yakin atas kemampuan acting dari pemain tersebut. Yang paling
penting tentu saja dapatkan pemain sesuai karakter tokoh yang diinginkan
seperti di dalam naskah.
Reading
Setelah pemain kita dapatkan sesuai
dengan yang kita inginkan, buatlah kesepakan dengan pemain tentang
jadwal reading hingga shooting. Pemain yang terpilih kita berikan
naskah, biarkan mereka membaca naskah tersebut untuk mendalami peran
yang akan dia mainkan nantinya. Selanjutnya proses reading dilakukan
bersama sutradara atau asisten. Reading bisa dilakukan dengan intens,
agar pemain betul-betul dapat “feel” dari naskah tersebut.
Rehearsal
Rehearsal atau latihan bisa dilakukan
jauh sebelum shooting, namun metode ini tidak disukai oleh sutradara.
Intinya, dalam rehearsal ini pemain sudah memahami blocking dan
pengadegan di semua scene yan akan dia mainkan. Beberapa sutradara tidak
melakukan rehearsal, dia “cukup” memberikan briefing di lokasi
shooting. Sara penulis, sebagi filmmaker awal baiknya rehearsal
dilakukan karena ini akan sangat membantu ketika shooting nantinya
sesuai yang sudah dikonsepkan sutradara. Tak ada aturan berapa lama
melakukan latihan atau rehearsal.
Shooting
Di lokasi shooting sutradara adalah
komandan di lapangan perang. Ia bertanggung jawab penuh terhadap apa
yang akan dilakukan di lokasi shooting. Naskah dan diretor’s treatment
sebagai panduan untuk melakukan pengambilan gambar. Shooting dilakukan
berdasar breakdown yang sudah dibuat sebelumnya. Misalnya, jika ada
beberapa scene di lokasi sama maka sutradara akan melakukan shooting di
tempat tersebut, hal ini dilakukan untuk efetivitas waktu karena akan
menyangkut beberapa hal seperti set properti, tata cahaya, serta talen
yang akan main di film tersebut. Sutaradara boleh saja melakukan
pengambilan gambar latihan sebelum pengambilan gambar sebetulnya
dilakukan. Blocking pemain diatur sedemkian rupa, juga dengan arahan
acting pada pemain. Namun, boleh juga sutradara langsung melakukan
pengambilan gambar tanpa latihan terlebih dahulu, utamanya jika latihan
atau rehearsal sudah dilakukan jasuh sebelum shooting dilakukan.
Sutradara bisa melakukan pengammbilan berulang kali sampai dia
benar-benar puas dengan shot yang sudah didapat. Membangun mood pemain
juga penting, oleh karenanya sutarada mesti memiliki komunikasi yang
baik. Ada dua komunikasi sutradara, yakni dengan kru yang dia pimpin dan
dengan pemain atau talen yang akan dia atur.
Di lapangan, sutarada juga bekomunikasi
dengan cameraman. Dia bisa meminta cameraman untuk membuat shot dengan
komposisi serta angle tertentu. Kadang, sutradara bisa mengembangkan
director’s treatment yang sudah dia buat sebelumnya. Namun, perubahan
itu seharusnya dikomunikasikan dengan kru yang berkaitan dengan
perubahan treatment tersebut utamanya penata kamera. Tak ada aturan
berapa banyak shot dalam satu scene, bahkan bisa saja sutradara membuat
hanya satu shot dalam satu scene. Beberapa sutradara, dia akan membuat
dekupase atau pemecahan shot yang dia tuangkan ke dalam diretor’s
treatment, sebagia lainnya ia tak melakukan itu. Sutradara melakukan
pemecahan shot di lapangan. Mana yang lebih baik? Sama saja, itu bisa
jadi meruapakan salah satu gaya penyutradaraan juga. Namun, jika membuat
film pendek awal mula, baiknya dekupase dilakukan sebelum shooting
dilakukan, bukan di lokasi shooting.
Kontinyuiti meruapakan hal penting yang
mesti dilakukan oleh sutradara. Ketika selesai membuat shot satu,
sutradara harus memperhatikan aspek kesinambungan dengan shot yang akan
dibuat berikutnya dan seterusnya. Kesinambungan itu berupa kesinambungan
emosi, suara, gerak, dan posisi. Jika tak memperhatikan aspek
kesinambungan gambar, nantinya akan sangat merepotkan editor bahkan bisa
jadi editor tak bisa berbuat banyak jika sutradara melakukan banyak
ketidaksenambungan shot yang dibuat.
Di lapangan apa saja bisa terjadi, untuk
meminimalisir kesalahan sebaiknya memang dilakukan persiapan yang matang
jauh sebelum shooting dilakukan yakni pada proses pra produksi. Akan
tetapi jika memang di lokasi shooting hal itu tak bisa dielakkan atau
tak terduga sebelumnya, sutradara mesti mengambil keputusan secara
cepat. Misalnya, ketika shooting di lokasi outdoor dan teradi hujan maka
sutradara bersama produser harus memutuskan untuk mengubah breakdown,
menukar waktu shooting outdoor dan mendahulukan shooting di lokasi
indoor. Setiap mau pergantian scene, baiknya sutradara yang biasanya
dibantu oleh asisten, ia mesti memastikan tidak ada shot yang kurang di
dalam scene tersebut. Setelah yakin bahwa scene tersebut telah dibuat
dengan sempurna, barulah shooting untuk scene selanjutnya bisa
dilakukan.
Yang paling menyenangkan dalam proses
shooting film pendek, ketika sutradara bilang “It’s a wraaap…” atau
“Bungkussss….” Artinya keseluruhan shooting di hari itu seudah selesai.
Shooting akan dilanjutkan di day shot berikutnya, atau memang shooting
benar-benar sudah selesai. Dan tentu saja proses pembuatan film tahap
berikutnya bisa dilakukan. Yakni, materi hasil shooting sudah bisa
diserahkan kepada editor.
Editing
Hasil shooting bisa jadi merupakan
ratusan atau ribuan shot. Shot-shot yang “berserakan” disusun oleh
editor, dipilih, dipotong, disambung, dan digabungkan menjadi satu
kesatuan cerita utuh. Yang pertama kali dilakukan editor setelah
menerima material shot, ia mesti melakukan preview. Editor melihat
keseluruha hasil shooting. Dengan demikian, editor sudah memiliki
bayangan bagaimana shot-shot itu nantinya akan dirangkai. Banyak sekali
software editing yang bisa digunakan, seperti: Avid Composer, Final Cut
Pro, Ulead Video, dan Adobe Premiere. Untuk editing film pendek kedua
software editing terakhir sudah cukup bagus. Editor tinggal memilih
software yang mana yang tentunya mudah dikuasai. Software editing
bisanya memiliki standar minimum spesifikasi hardware yang diperlukan.
Yang paling umum untuk komputer editing biasanya adalah processor,
memory, VGA, serta hardsik yang cukup. Spesifikasi ini akan mempengaruhi
kinerja komputer editing, terlebih akan terlihat ketika editor
menggunakan special efek di dalamnya.
Jika kamera yang digunakan saat shoting
memakai memory sebagai media penyimpanan gambar maka editor tinggal
mengcopy isi memory tersebut ke dalam hardisk komputer editing, namun
jika medianya berupa tape ia mesti melalui proses capturing yakni
pemindahan materi shot dari kaset ke dalam software editing. Untuk
capturing mesti ada VTR/Video Tape Recorder atau Player sebagai media
playback tape tadi yang disambungkan ke komputer editing. Maka di
komputer editing yang menggunakan kaset/tape sebagai media rekam, ia
mesti memiliki capture card yang disambungkan melalui kabel firewire.
Seperti dijelaskan di atas, sebaiknya
editor terlebih dahulu membaca skenario serta berdiskusi dengan
sutradara, dengan demikian ia sudah paham cerita film pendek tersebut
sebelum ia melakukan penyuntingan gambar. Setelah gambar ada di dalam
komputer, selanjutnya editor sudah bisa melakukan pemilihan gambar, lalu
menyusun shot menjadi scene atau serangkaian adegan. Seperti halnya
sutradara, editor semestinya memposisikan sebagai story teller, ia harus
bisa bertutur dengan pemotongan serta penyambungan gambar tadi. Jadi,
editor tidak asal motong serta menyambung saja. Setiap sambungan serta
pemotongan harus memiliki makna. Sebagus apapun hasil shooting dari tim
di lapangan, ia akan menjadi film pendek yang buruk jika diedit dengan
serampangan oleh editor. Misalnya, editor mesti tahu tentang
kontinyuitas gambar. Dia juga harus tahu ritme, seperti halnya music
sususnan gambar juga ada iramanya ada ketukannya. Susunlah gambar
tersebut menjadi rangkaian cerita, lalu preview dari awal hingga akhir.
Penyuntingan gambar awal ini dinamakan roughcut editing. Setelah selesai
roughcut, editor bisa mempresentasikan hasil penyuntingan gambar
tersebut kepada sutradara dan produser. Bisa jadi, sutradara mempunyai
masukan atas hasil editing awal tadi.
Maka, misalnya ada hal yang mesti diubah
editor segera melakukan revisi penyambungan gambar. Jika roughcut ini
selesai maka selanjutnya editor melakukan finecut atau penyuntingan
akhir. Di dalam fine cut editor sudah bisa memasukan ilustrasi serta
color grading, yakni menyamaratakan warna shot masing-masing scene.
Konsep warna juga semestinya sudah dibicarakan sebelum editor melakukan
penyuntingan gambar di tahap finecut ini. Demikian pula dengan mixing
suara, editor harus tahu mana yang baik menggunakan suara music mana
yang tidak. Sebaiknya, musik ilustrasi dibuat menyesuaikan masing-masing
adegan di dalam film pendek tersebut, bukan sebaliknya. Pembuat music,
bisa melihat roughcut sebagai panduan ketika dia akan membuat music
ilustrasi, dia bisa berdiskusi dengan editor dan atau sutradara. Poinya
pentingnya, musik ilustrasi itu untuk mengilustrasikan adegan misalnya
agar adegan atau scene menjadi dramatis.
Unsur grafis bisa jadi merupakan hal
penting di dalam penyuntngan gambar film pendek, seperti halnya unsure
lain dalam film semestinya ini juga dikonsepkan. Jadi, grafis tidak
sekadara tempelan yang justru akan mengganggu pada film secara
keseluruhan. Judul film misalnya, apakah perlu dibuat motion khusus atau
cukup dengan tampilan grafis still saja. Pemilihan jenis font serta
warna apa yang digunakan juga mesti dipikirkan oleh editor. Demikian
pula dengan credit title atau susunan kru di ujung film apakah akan
dibuat bergerak dari bawah ke atas atau grafis tak bergerak tapi dengan
efek fade in-fade out/hilang-muncul. Jika film selesai diedit, coba
pertontonkan pada pihak lain atau pada orang-orang yang tak terlibat
dengan pembuat atau kru film pendek. Bagaimana reaksi penonton, apakah
sesuai dengan ekpektasi yang diharapkan atau belum? Selama film belum
dipublikasikan, tentu saja film masih bisa direvisi sampai akhirnya
editor dan sutradara merasa puas.
Publikasi
Film pendek yang sudah dibuat, tentu saja
tidak hanya dipertontonkan untuk kalangan sebatas kawan-kawan saja.
Agar bisa diapresiasi kalangan luas maka film tersebut bisa
dipublikasikan. Ada beberapa bioskop yang bisa menayangkan film pendek,
biasanya akan dikompilasi dengan film pendek karya film maker pendek
lainnya. Film puga bisa diikutsertakan ke dalam beragam film festival,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ajang festival biasanya
dipublish di internet, jadi carilah informasi tentang penyelenggaraan
beragam ajang festival tersebut. Mereka biasanya memiliki
persyaratan-persyaratan baik tentang konten atau tema maupun teknis.
Perhatikan pesryaratan tersebut, lalu ikuti agar film yang dibuat bisa
diikutsertakan.
Promosikan film pendek yang sudah dibuat
di beragam media. Yang paling efektif dan murah, promosikan melalui
internet. Film pendek, bisa diunggah ke YouTube lalu linknya bisa
disebarluaskan sehingga siapa saja bisa dinikmati penonton yang memiliki
akses internet dimana saja. Jadi, bukan hal mustahil film pendek yang
anda buat akan mendunia!
Sumber: http://dikiumbara.wordpress.com/2012/06/27/membuat-film-pendek/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar